Sabtu, 30 Agustus 2008

MENGKRITISI MENPERDAG NO: 31/M-DAG/PER/2008: "PENYELENGGARAAN WARALABA (FRANCHISE)".



Catatan  WALI


WALAUPUN REGULASINYA HANYA BERLAKU SATU TAHUN, KUALITAS WARALABA AKAN SEMAKIN BAIK

 

Pemerintah, melalui Departemen Perdagangan, pada tanggal 21 Agustus 2008, mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (PERMENDAG) no. 31/M-DAG/PER/2008 tentang "Penyelenggaraan Waralaba". Permendag ini merupakan turunan dari PP no. 42 tahun 2007 tentang "Waralaba" yang sekaligus juga menggantikan Permendag no. 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang "Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba".  Bila ditinjau dari konsistensi hukum formal, Permendag yang baru ini usianya hanya sampai tanggal 4 Juli 2009.  Mengapa?  Karena dasar hukum Permendag  yaitu  PP.  no. 42 tahun 2007 secara formal sudah dicabut per tanggal 4 Juli 2008 yang lalu.  Seperti diketahui PP no. 42 tahun 2007 acuannya adalah UU no. 9 tahun 1995 tentang "Usaha Kecil" yang sudah digantikan oleh UU no. 20 tahun 2008 tentang "Usaha Mikro, Kecil dan Menengah" per tanggal 4 Juli 2008.   UU no. 20 tahun 2008 ini akan berlaku efektif tahun depan yaitu tanggal 4 Juli 2009.   Maka, secara logika hukum, per tanggal 4 Juli 2009, PP no. 42 tahun 2007 harus dicabut dan diganti dengan PP baru yang mengacu pada UU no. 20 tahun 2008.  Pencabutan PP no. 42 tahun 2007 otomatis mencabut pula Permendag yang baru ini.

 

Di samping itu, dalam konsideran Permendag yang baru ini dicantumkan PP no. 44 tahun 1997 tentang "Kemitraan".  Seperti diketahui, PP no. 44 tahun 1997 adalah turunan dari UU no. 9 tahun 1995.  Artinya, bila UU no. 9 tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku (digantikan dengan UU no. 20 tahun 2008), maka secara formal hukum PP no. 44 tahun 1997 harus dinyatakan tidak berlaku yang berarti Permendag harus dicabut.


Kemudian, hal yang perlu dipertanyakan pula adalah, apa yang dimaksud "laporam keuangan atau neraca perusahaan Pemberi Waralaba", seperti ditulis pada lampiran 1 butir 5. Kalau maksudnya neraca keuangan (balance sheet),  maka kurang lengkap bila ingin memotret tingkat kesehatan keuangan perusahaan Pemberi Waralaba.  Seharusnya, selain neraca juga rugi-laba (profit and loss statement).  Kalau kita menoleh ke belakang mengacu SK Menperindag no. 259/MPP/Kep/7/1977 tentang "Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba" pasal 5a (SK Menperindag ini diganti dengan Permendag no. 12/M-DAG/PER/3/2006 yang kemudian diganti lagi dengan Permendag yang baru) menyebutkan Pemberi Waralaba "memberikan keterangan mengenai kegiatan usahanya, termasuk neraca dan daftar rugi laba selama 2 (dua) tahun terakhir".   SK Menperindag lebih lengkap dan benar dibandingkan dengan Permendag yang baru.   

 

Dalam Lampiran 2 butir 7, disebutkan bahwa masa perjanjian waralaba 10 tahun. Sedangkan ketentuan terdahulu paling sedikit 5 tahun. Penetapan jangka waktu perjanjian 10 tahun untuk kategori individual franchisee terlalu lama. Namun, untuk tipe multi-unit atau sub-franchise 10 tahun adalah batas minimal.   Sangat disayangkan Permendag ini tidak memilah-milah masa perjanjian  berdasarkan tipe waralaba. Ini menunjukan pihak yang membuat ketentuan ini,  kurang memahami praktek bisnis waralaba.  Masih dalam Lampiran 2  terdapat hal yang inkonsisten dalam pemberlakuan hukum penyelesaian sengketa.  Butir 10 Permendag misalnya, mecantumkan penyelesaian sengketa hukum "memperhatikan hukum Indonesia", padahal pasal 5 (1) ditulis "berlaku hukum Indonesia".  Pengertian "memperhatikan" dan "berlaku" tentu saja berbeda. "Berlaku" berarti mutlak wajib, sedangkan "memperhatikan"  adalah mempertimbangkan, dengan demikian tidak mutlak wajib.

 

WALI berpendapat, bahwa regulasi penyelenggaraan waralaba yang baru ini cenderung lebih mendorong perusahaan-perusahaan besar (termasuk BUMN) sebagai Pemberi Waralaba. Sedangkan Penerima Waralaba adalah perusahaan mikro, kecil dan/atau menengah.  Hal ini tampak pada Lampiran II butir 5 yang menyebutkan bantuan fasilitas  pengelolaan IT yang wajib diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba.  Kemudian, Lampiran VI butir B 4, pembinaan yang dilakukan oleh Pemberi Waralaba terhadap Penerima Waralaba dalam penelitian dan pengembangan pasar dan produk. Untuk perusahaan kecil menengah, apalagi mikro, fasilitas dan pengelolaan IT serta penelitian dan pengembangan pasar dan produk adalah suatu yang belum terjangkau dan "sangat mewah"

 

Hal lain yang perlu dikritisi adalah berkaitan dengan pasal 6 ayat 1. Ketentuan ini dibuat berdasarkan suatu pengamatan yang tidak realistis dan berpihak.  Seolah-olah yang berbuat tidak baik dalam hubungan waralaba adalah pihak Pemberi Waralaba.  Dalam kenyataan, tidak sedikit justru pihak Penerima Waralaba yang bermasalah. WALI berpendapat, seharusnya pihak regulator (Pemerintah) jangan terlalu jauh masuk dalam persoalan pemutusan perjanjian.  Pemutusan perjanjian adalah akibat bukan sebab. Dan sebab itu, karena ulah salah satu pihak, apakah Pemberi Waralaba atau Penerima Waralaba.

 

Namun demikian, banyak pula hal positif dalam Permendag baru ini. Misalnya, tentang ketentuan pasal 4 ayat 3, prospektus harus berbahasa Indonesia (bahasa asing diterjemahkan ke Indonesia).  Kemudian pasal 5 ayat 1, berlaku hukum Indonesia. Pada ayat 3 (pasal 5), perjanjian waralaba harus diberikan kepada pihak Penerima Waralaba minimal 2 minggu sebelum ditanda tangani.  Ketentuan ini, memberikan kesempatan kepada Penerima Waralaba untuk mempelajari dan memahami isi perjanjian, sebelum ditanda tangani.

 

Ke depan, bila Permendag ini betul-betul dilaksanakan secara konsekwen, perkembangan waralaba di Indonesia akan semakin berkualitas. Namun, secara kuantitas mungkin akan menurun, karena perusahaan cenderung mengalihan usahanya ke  pola lisensi. WALI meramalkan, perusahaan besar akan masuk ke waralaba sebagai Pemberi Waralaba, sedangkan Perusahaan kecil menengah ke pola lisensi, sebagai Pemberi Lisensi. Dalam kaitan dengan pengembangan kewirausahaan, WALI menganjurkan kepada pengusaha pemula sebaiknya memilih sebagai Penerima Waralaba, sedangkan pengusaha yang sudah cukup berpengalaman, memilih menjadi Penerima Lisensi.

 

WALI berharap, dalam pembuatan peraturan teknis Permendag ini, sesuai dengan ketentuan pasal 29, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri  lebih  memperhatikan realita bisnis dan menghargai otonomi komunitas waralaba dan lisensi untuk mengatur dirinya secara mandiri. Intervensi yang berlebihan, selain akan mematikan kreatifitas yang tumbuh dari bawah juga mempertontonkan arogansi pemerintah.

 

Jakarta, 30 Agustus 2008

 

 

AMIR KARAMOY

Ketua Dewan Pengarah

 

 

 

Catatan:  

- Permendag Waralaba yang baru dapat dilihat/diperoleh di www.depdag.go.id

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



http://akaramoy.blogspot.com/