Senin, 28 Maret 2011

CATATAN TENTANG KEPEMIPINAN ASOSIASI FRANCHISE INDONESIA (AFI)

Untuk diketahui, saya adalah salah satu Pendiri AFI yang ikut menanda tangani IKRAR KESEPAKATAN PEMBENTUKAN ASOSIASI FRANCHISE INDONESIA pada 23 Oktober 1991.  Melalui ikrar ini dibentuk Panitia Persiapan yang akan mengatur  persiapan pembentukan asosiasi dan kepengurusan asosiasi. 

Berdasarkan MUNAS Pertama tanggal 21 - 22 November 1991 (pada dokumen tertulis hasil MUSYAWARAH NASIONAL PERTAMA) yang diselenggarakan di Hotel Sahid Jaya - Jakarta, disahkan AD/ART AFI yang kemudian dilegalisasi oleh Notaris Lieke L. Tukgali, SH (perubahan pertama di sahkan dalam rapat khusus tanggal 21 November 1991, perubahan kedua disahkan melalui referendum anggota, tanggal 22 November 1991).   Hasil MUNAS juga menetapkan kepengurusan AFI tahun 1991 sampai dengan  1994 (masabakti kepengurusan AFI, sesuai dengan ART, adalah 3 tahun).

Pada pasal 12 ayat 4 ART AFI tertulis, bahwa: "Ketua dapat dipilih kembali, tetapi tidak boleh lebih dari 3 kali masa jabatan berturut-turut".  Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka jabatan Ketua AFI bila telah dijabat 3 kali berturut-turut, paling lama 9 tahun. Dengan demikian bila seseorang berturut-turut menjadi Ketua sejak tahun 1991, maka pada tahun 2000 harus mengundurkan diri dan tidak boleh dipilih kembali. Apabila tidak mengudurkan diri, maka orang tersebut jelas telah melakukan pelanggaran  ART. Bila "memalsukan" AD/ART, demi untuk kepentingan pribadi dalam rangka melanggengkan kedudukan sebagai Ketua, maka dapat dituntut secara hukum atas dugaan pemalsuan (KUHP pasal 263) dan perbuatan curang (KUHP pasal 378).

Pada pasal 12 ayat 6 ART tertulis: "Apabila masa jabatan Pengurus berakhir dan belum berhasil disusun  Pengurus yang baru, maka sejak tanggal berakhirnya masa jabatan tersebut Pengurus menjadi demisioner". Kemudian pada Pasal 12 ayat 7 C ART: "Pengurus yang demisioner tidak dapat mewakili AFI untuk bertindak keluar termasuk mewakili jabatan-jabatan baru organisasi-organisasi nasional/internasional". Berdasarkan ketentuan di atas, maka sejak tahun 2000, siapapun yang menjabat Ketua AFI untuk 3 kali masabakti berturut-turut,  secaca hukum telah dinyatakan demisioner dan tidak dapat lagi mewakili atau mengatas namakan AFI keluar.

Sebagai catatan akhir, setiap perubahan AD/ART harus dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 18 ART, yaitu oleh Rapat Anggota Khusus yang dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga anggota dan seterusnya.   Perubahan yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 18 ART, tidak sah dan batal demi hukum.

Dari uraian di atas, siapapun yang memimpin AFI bila tidak berdasarkan AD/ART AFI atau dengan sengaja merekayasa perubahan AD/ART yang tidak sesuai dengan ketentuan AD/ART itu sendiri, jelas telah melakukan perbuatan tercela dan, sekali lagi, dapat dituntut secara hukum.


Jakarta, Maret 2011



Minggu, 13 Maret 2011