Jumat, 17 Mei 2013

FRANCHISE OUTLOOK


USAHA MIKRO DAN KECIL AKAN TERSINGKIR DARI WARALABA

Ø  Apa dan bagaimana Franchise Oulook pasca diberlakukannya regulasi waralaba  yang diterbitkan pada sekitar pertengahan 2012 dan awal 2013 ke depan?  Tampaknya akan terjadi perubahan peta waralaba yang cukup signifikan.  Antara lain, tersisihnya usaha Mikro dan Kecil dari waralaba yang akan lebih didominasi oleh perusahaan menengah dan besar – baik sebagai Pewaralaba (franchisor) maupun Terwaralaba (franchisee).

Ø  Hal ini karena, ketentuan dalam Permendag no. 53/2012 tentang “Penyelenggaraan Waralaba” menyebutkan bahwa Laporan Keuangan Pewaralaba yang dimuat dalam Propektus Penawaran Waralaba wajib diaudit oleh Akuntan Publik, kecuali usaha Mikro dan Kecil.  Kewajiban audit ini, akan meningkatkan kepercayaan (crediblilty) dari para investor (franchisees) kepada Pewaralaba Menengah dan Besar.   Sedangkan Pewaralaba yang Laporan Keuangannya tidak diaudit (yaitu usaha Mikro dan Kecil), hampir dipastikan akan sulit mendapatkan kepercayaan dari para investor.

Ø  Akibat rendahnya kepercayaan (less confidence) investor tersebut, maka sudah dapat diperkirakanakan Pewaralaba Mikro/Kecil akan –  cepat atau lambat –  tergusur dari skema waralaba

Ø  Kemudian, Permendag no. 07/2013 tentang “Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman” pasal 5 angka (2) a menyebutkan, penyertaan modal dari Terwaralaba untuk nilai investasi kurang dari atau sama dengan Rp. 10 milyar, paling sedikit 40% (atau lebih kurang Rp. 4 milyar).  

Ø  Dengan adanya ketentuan Permendag  di atas, maka usaha Mikro dan Kecil dipastikan tidak akan mampu mengikut sertakan modalnya seperti dipersyaratkan. Mengapa? Karena seperti tertera dalam pasal 6 butir (1) dan (2) UU no. 20 tahun 2008, kekayaan bersih usaha Mikro paling banyak Rp. 50 juta (di luar tanah dan bangunan tempat usaha). Sedangkan Usaha Kecil, lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta (di luar tanah dan bangunan tempat usaha). 

Ø  Dengan demikian, seperti telah disinggung di atas, karena usaha Mikro/Kecil tidak akan mampu menyertakan modal dalam usaha waralaba yang berinvestasi besar, termasuk waralaba asing (lebih kurang Rp. 4 milyar) maka, Terwaralaba Mikro/Kecil dipastikan akan tersisih dari skema waralaba.

Ø  Ke depan, usaha Mikro dan Kecil akan lebih memilih skema Lisensi (merek) atau Kemitraan, karena relatif persyaratan dan ketentuannya dapat dipenuhi.  Patut dicatat, dalam kenyataannya, Kemitraan (termasuk yang berbasis Shariah) yang dalam prakteknya mirip waralaba, sudah banyak dijalankan oleh usaha Mikro/Kecil saat ini.

Ø  Adapun perkembangan waralaba ke depan, secara kualitas akan semakin membaik, namun secara kuantitas akan menurun. Dengan adanya kewajiban disclose dan audit laporan keuangan, waralaba cenderung menjadi skema investasi di sektor riel.  Oleh sebab itu, ke depan, disarankan, sebaiknya waralaba diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), karena waralaba bukan semata-mata peredaran dan/atau penjualan barang/jasa secara langsung maupun tidak langsung dari produsen ke konsumen seperti dimuat dalam RUU Perdagangan.

Ø  Kemudian, pertumbuhan Lisensi (Merek) dan Kemitraan akan semakin marak seperti diatur oleh UU Merek dan UU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah – melebihi pertumbuhan waralaba.

Ø  Prospek perubahan peta waralaba seperti diuraikan di atas, adalah konsekwensi logis dari diterbitkannya regulasi waralaba yang baru. Sejauhmana relevansi dan kualitas regulasi yang baru ini, tampaknya perlu dipertanyakan dan didiskusikan.


Jakarta, 17 Mei 2013
     




            AMIR KARAMOY
Ketua Dewan Pengarah WALI
           dan Ketua Komite Tetap Waralaba, Lisensi
           & Kemitraan KADIN – INDONESIA