Kamis, 16 Januari 2014

PASAR INDONESIA DIDOMINASI WARALABA BERMEREK ASING

REVIEW TAHUN 2013 & TANTANGAN TAHUN 2014


Berdasarkan ketentuan PP no. 42 tahun 2007 tentang “Waralaba” dan Permendag no. 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang “Penyelenggaraan Waralaba”,  setiap perusahaan waralaba wajib memiliki STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba). Dengan demikian, maka hanya perusahaan yang telah memiliki  STPW secara hukum sah sebagai waralaba.

Dari analisis data berdasarkan penerbitan STPW sampai dengan 13 Desember 2013 yang dihimpun dari Kementerian Perdagangan, baru 125 perusahaan waralaba yang telah mendapatkan STPW.  Patut dicatat, data ini belum termasuk STPW yang diterbitkan Pemerintah Daerah. Namun demikian, berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan tersebut sudah dapat diperoleh gambaran tentang waralaba di Indonesia, yaitu, Pemberi Waralaba Luar Negeri menguasai 60% dan Pemberi Waralaba Dalam Negeri hanya 2,4%.

Bila dilihat dari jenis/bidang usaha, jumlah waralaba makanan/minuman adalah yang terbesar (49,6%). Dikuti oleh kategori ritel (24%)  dan pendidikan (20,8%). Bidang-bidang usaha tersebut, sebagian terbesar dikuasai pula oleh yang bermerek asing.

Dari data di atas    menunjukan bahwa pasar Indonesia didominasi oleh Pemberi Waralaba asing.  Mengapa hal ini terjadi? Utamanya karena adanya ketentuan, antara lain, laporan keuangan Pemberi Waralaba wajib diaudit Akuntan Publik dan membuka laporan keuangannya ke publik pula (terkecuali Usaha Kecil & Mikro).  Akibatnya, hanya perusahaan waralaba asing dan menengah nasional ke atas yang “mampu” melakukannya. Sedangkan perusahaan waralaba kategori menengah ke bawah, cenderung mengalihkan usahanya ke skema Lisensi dan Kemitraan (Lihat buku tulisan Amir Karamoy, “Percaturan Waralaba Indonesia”, 2013).

Apakah hal ini berdampak negatif terhadap perkembangan waralaba di Indonesia? Jawabannya tidak!  Karena waralaba secara kualitatif semakin baik, walaupun secara kuantitas menurun.  Dengan demikian, waralaba menjadi suatu skema investasi di sektor riel, prospeknya semakin terbuka. 

Sehubungan dengan itu, hal yang harus menjadi perhatian pada tahun 2014, adalah bagaimana mendorong pertumbuhan Pemberi Waralaba Dalam Negeri sebanyak-banyaknya (termasuk UKM),  melalui  pembentukan Indonesian Franchise Development Center (IFDC) yang pendanaannya diperoleh, antara lain,  dari program CSR BUMN.  Selain memperkuat pasar domestik,  IFDC mendorong waralaba Indonesia berkiprah di pasar global. 

Ini adalah tantangan ke depan agar pengusaha waralaba nasional/lokal  tetap menguasai pasar domestik, sekaligus menjadi tuan rumah yang baik memasuki tahun 2015 (era Economic ASEAN Community). 

Tidak ada salahnya kita meniru  Malaysia, dimana setiap perusahaan nasionalnya yang beralih ke waralaba mendapatkan pendanaan dan pelatihan yang difasilitasi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi & Kepenggunaan, melalui PNS (Perbadanan Nasional Berhad).  Bahkan ada rencana PNS akan mengusulkan kepada Pemerintahnya untuk membuat kebijakan yang memberikan kemudahan bagi para ahli waralaba Indonesia (termasuk yang berpengalaman praktek) untuk bekerja di negara jiran tersebut. Ini menunjukan komitment yang kuat dari Pemerintah Malaysia mendorong dan mengembangkan waralabanya.

Tabel 1
Kategori Waralaba
(n = 125)

Pemberi Waralaba Luar Negeri          
                             60,0%
Pemberi Waralaba Dalam Negeri
                                2,4%
Penerima Waralaba
                              32,8%
Pemberi Waralaba Lanjutan Luar Negeri
                                2,4%
Penerima Waralaba Lanjutan
                                2,4%

TABEL 2
Jenis/Bidang usaha
(n = 125)

Makanan & Minuman
                             49,6%
Ritel
                             24,0%
Pendidikan
                             20,8%
Jasa perbaikan
                               6,4%
Hotel
                               1,6%
Real Estate
                               0,8%


Jakarta, 18 Desember 2013