Walaupun beritanya telah lama berlalu, menarik membaca "Kegagalan Rekrutmen Pejabat Publik Kita" dalam kolom FOKUS, Kompas tanggal 8 Mei 2009. Saya termasuk orang yang pernah mendorong calon yang saya anggap "sangat memenuhi syarat" atas jabatan publik yang ditawarkan. Melalui pengalaman tersebut, walaupun saya tidak ada beban (ini sejujurnya!), saya mendapatkan hal-hal yang tampaknya memang patut dipertanyakan. Misalnya, sangat kuat dugaan bahwa pengumuman calon untuk rekrutmen pejabat publik cuma pro-forma saja. Team Seleksi (biasanya team ini berjenjang) yang ditugaskan melakukan rekrutmen, sebenarnya sudah tau atau telah memperkirakan siapa saja yang akan dipilih. Dengan demikian, maka dibuatlah rekayasa agar calon yang dimaksud dapat terpilih. Siapa mereka yang biasanya terpilih? (1) Kalangan dalam suatu departemen atau mantan pejabat (tinggi); (2) Mantan anggota lembaga publik/independen yang melamar kembali, karena masa jabatan telah berakhir; (3) anggota atau mantan anggota DPR/Parpol; (4) Kalangan yang sebelumnya sudah di"approached" oleh salah satu anggota atau Tim Seleksi.
Liat saja pemilihan komisioner KPPU yang terseleksi sebagian adalah orang-orang lama. Padahal, saya tau persis, banyak pelamar yang baik dan ahli tetapi dikalahkan hanya oleh seleksi administrasi. Demikian juga dalam pemilihan anggota Dewan Energi Nasional misalnya. Saya juga tau persis, banyak pelamar yang sangat berpengalaman dalam bidang keenergiaan "dikalahkan" hanya oleh seleksi administrasi. Lihat saja rekrutmen Penasihat KPK, yang terpilih adalah Penasihat yang masa jabatannya sudah habis, kemudian dipilih lagi. Padahal banyak para ahli yang sudah senior, ahli (spesialis) serta berintegritas tetapi karena rekayasa team seleksi akhirnya "dikalahkan".
Seleksi pejabat publik yang dilakukan selama ini – dikuasai oleh "mafia birokrat atau DPR/parpol". Di samping "kelompok yang sudah mapan", yang memang tidak menginginkan kehadiran orang baru, karena dikuatirkan akan mengganggu "kenyamanan politik dan kenyamanan materi".
Menurut saya sebaiknya seleksi pejabat publik dilakukan oleh lembaga yang independen dan ahli. Dan tidak memperlakukan seolah-olah tes psikolgi adalah segala-galanya. Liat saja anggota KPU yang sekarang, pemilihannya dilakukan melalui tes psikologi yang katanya "indepth" tetapi tetap saja kinerja anggota KPU belum sebagaimana diharapkan.
Rekrutmen sebaiknya dilakukan melalui suatu panel yang terdiri dari para ahli (multi disiplin ilmu/keahlian) yang memiliki integritas. Saya sangat terkesan dengan rekrutmen "American Idiol". Menurut saya inilah sistem seleksi yang baik. Walaupun menyita waktu, dana dan tenaga, tetapi hasilnya excellent!
----------------