USAHA
MIKRO DAN KECIL AKAN TERSINGKIR DARI WARALABA
Ø Apa
dan bagaimana Franchise Oulook pasca
diberlakukannya regulasi waralaba yang
diterbitkan pada sekitar pertengahan 2012 dan awal 2013 ke depan? Tampaknya akan terjadi perubahan peta
waralaba yang cukup signifikan. Antara
lain, tersisihnya usaha Mikro dan Kecil dari waralaba yang akan lebih didominasi
oleh perusahaan menengah dan besar – baik sebagai Pewaralaba (franchisor) maupun Terwaralaba (franchisee).
Ø Hal
ini karena, ketentuan dalam Permendag no. 53/2012 tentang “Penyelenggaraan
Waralaba” menyebutkan bahwa Laporan Keuangan Pewaralaba yang dimuat dalam
Propektus Penawaran Waralaba wajib diaudit oleh Akuntan Publik, kecuali usaha
Mikro dan Kecil. Kewajiban audit ini,
akan meningkatkan kepercayaan (crediblilty)
dari para investor (franchisees)
kepada Pewaralaba Menengah dan Besar. Sedangkan Pewaralaba yang Laporan Keuangannya tidak
diaudit (yaitu usaha Mikro dan Kecil), hampir dipastikan akan sulit mendapatkan
kepercayaan dari para investor.
Ø Akibat
rendahnya kepercayaan (less confidence)
investor tersebut, maka sudah dapat diperkirakanakan Pewaralaba Mikro/Kecil
akan – cepat atau lambat – tergusur dari skema waralaba
Ø Kemudian,
Permendag no. 07/2013 tentang “Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk
Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman” pasal 5 angka (2) a menyebutkan,
penyertaan modal dari Terwaralaba untuk nilai investasi kurang dari atau sama
dengan Rp. 10 milyar, paling sedikit 40% (atau lebih kurang Rp. 4 milyar).
Ø Dengan
adanya ketentuan Permendag di atas, maka
usaha Mikro dan Kecil dipastikan tidak akan mampu mengikut sertakan modalnya seperti
dipersyaratkan. Mengapa? Karena seperti tertera dalam pasal 6 butir (1) dan (2)
UU no. 20 tahun 2008, kekayaan bersih usaha Mikro paling banyak Rp. 50 juta (di
luar tanah dan bangunan tempat usaha). Sedangkan Usaha Kecil, lebih dari Rp. 50
juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta (di luar tanah dan bangunan
tempat usaha).
Ø Dengan
demikian, seperti telah disinggung di atas, karena usaha Mikro/Kecil tidak akan
mampu menyertakan modal dalam usaha waralaba yang berinvestasi besar, termasuk waralaba
asing (lebih kurang Rp. 4 milyar) maka, Terwaralaba Mikro/Kecil dipastikan akan
tersisih dari skema waralaba.
Ø Ke
depan, usaha Mikro dan Kecil akan lebih memilih skema Lisensi (merek) atau
Kemitraan, karena relatif persyaratan dan ketentuannya dapat dipenuhi. Patut dicatat, dalam kenyataannya, Kemitraan (termasuk
yang berbasis Shariah) yang dalam prakteknya mirip waralaba, sudah banyak dijalankan
oleh usaha Mikro/Kecil saat ini.
Ø Adapun
perkembangan waralaba ke depan, secara kualitas akan semakin membaik, namun
secara kuantitas akan menurun. Dengan adanya kewajiban disclose dan audit laporan keuangan, waralaba cenderung menjadi
skema investasi di sektor riel. Oleh
sebab itu, ke depan, disarankan, sebaiknya waralaba diawasi oleh OJK (Otoritas
Jasa Keuangan), karena waralaba bukan semata-mata peredaran dan/atau penjualan
barang/jasa secara langsung maupun tidak langsung dari produsen ke konsumen seperti
dimuat dalam RUU Perdagangan.
Ø Kemudian,
pertumbuhan Lisensi (Merek) dan Kemitraan akan semakin marak seperti diatur
oleh UU Merek dan UU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah – melebihi pertumbuhan waralaba.
Ø Prospek
perubahan peta waralaba seperti diuraikan di atas, adalah konsekwensi logis
dari diterbitkannya regulasi waralaba yang baru. Sejauhmana relevansi dan kualitas
regulasi yang baru ini, tampaknya perlu dipertanyakan dan didiskusikan.
Jakarta, 17 Mei
2013
AMIR KARAMOY
Ketua Dewan Pengarah WALI
dan Ketua
Komite Tetap Waralaba, Lisensi
& Kemitraan
KADIN – INDONESIA