Kewajiban memajang Logo Waralaba pada gerai-gerai yang
diwaralabakan (berdasarkan Permendag no.
53/M-DAG/PER/8/2012) tidak akan efektif
mendongkrak penjualan dan keuntungan usaha.
Maksud pemajangan logo waralaba adalah untuk membedakan antara
gerai waralaba dengan non-waralaba, yang
lebih merupakan kepentingan regulator dalam rangka mempermudah pengawasan. Pengawasan
yang terkait aspek administratif
perijinan, bukan kepada hal-hal
yang berhubungan dengan kesetaraan dan
kelanggengan kerjasama/kemitraan bisnis, berdasarkan prinsip saling membutuhan,
saling mendukung dan saling menguntungkan.
Mengapa di negara-negara maju, waralaba berkembang pesat atas
dorongan Pemerintahnya dan sangat diminati investor/mitra serta konsumen? Bukan
karena kehadiran logo waralaba! Tetapi adanya sistem pengawasan internal yang terus
menerus dari pemberi waralaba/pewaralaba (franchisor)
kepada penerima waralaba/terwaralaba (franchisee).
Pengawasan yang terkait dengan
terselenggaranya SOP yang baik dan benar, jaminan tingkat kualitas
produk yang sesuai, pelayanan yang
mengutamakan kepuasan pelanggan, ketersedian dan harga produk yang terjangkau
oleh segmen pasarnya dan lain-lain. Jadi bukan oleh pengawasan oleh pihak luar atau
eksternal (Pemerintah/Daerah), dengan mewajibkan pemajangan logo waralaba.
Konsumen tidak akan peduli
apakah suatu gerai waralaba memajang logo atau tidak, yang lebih diminati
adalah bagaimana kualitas produk dan tingkat harga yang ditawarkan, keramahan pelayanan
(termasuk kenyamanan dalam berbelanja)
dan sebagainya. Oleh sebab itu, jangan ada anggapan bahwa seolah-olah pemajangan
logo di gerai waralaba akan lebih baik dan menguntungkan dibandingkan dengan
non-waralaba, bila persyaratan-persyaratan pengawasan internal tidak diterapkan
(yang dilakukan oleh dan antara pelaku usaha waralaba - pewaralaba dan terwaralaba).
Di samping itu, persoalan
dalam waralaba, bukan kepada adanya logo atau tidak, tetapi pemahaman yang baik dan benar tentang konsistensi
antara filsafat, teori dan praktek waralaba itu sendiri. Bila (R)UU Perdagangan
masih mencantumkan pengertian (definisi) waralaba sesuai dengan yang diusulkan
Pemerintah, maka disitulah akar masalahnya.
Jakarta, 11 Februari 2014