Selasa, 21 Juli 2009

TIDAK SIGNIFIKAN DAMPAK TEROR BOM TERHADAP WARALABA

PRESS RELEASE

 

WALI (Waralaba dan Lisensi Indonesia) menyatakan adalah tidak benar anggapan bahwa waralaba dari AS semakin tertekan masuk ke Indonesia seperti disampaikan oleh Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) di suatu harian ekonomi dan bisnis, dampak dari teror bom 17 Juli 2009 di hotel JW Marriot dan Rizt Carlton, Jakarta.

Dari pemantauan WALI, animo waralaba asing (termasuk dari AS) untuk masuk ke pasar Indonesia tidak berubah, kalaupun ada hambatan bukan akibat teror yang dilakukan oleh kelompok anti Pancasila, tetapi lebih karena terjadinya krisis finansial di AS di satu pihak, dan peraturan waralaba yang tidak konsisten yang cenderung berbenturan  antara pusat dengan daerah.

Investasi waralaba asing berbeda dengan penanaman modal asing langsung  (direct foreign investment).  Investasi waralaba di suatu Negara yang dilakukan pewaralaba asing (foreign franchisor), sama sekai tidak membawa kapital, tetapi terbatas pada HaKI (hak kekayaan intelektual) seperti merek, paten, rahasia dagang, hak cipta dan sebagainya. Pihak atau mitra lokal (terwaralaba lokal atau local franchisee) justru adalah yang mengeluarkan biaya berupa modal dan pendanaan.

Dengan demikian, pewaralaba asing (foreign franchisor) sama sekali tidak dirugikan secara finansial bila terjadi teror bom di suatu Negara yang berakibat perputaran roda  ekonomi terhambat.  Yang dirugikan justru adalah investor lokal atau mitra lokal – karena telah mengeluarkan modal (yang cukup besar) pada suatu pihak, di pihak lain, kemungkinan melambatnya ekonomi dan menurunnya pendapatan (revenues) dan profit.

Namun demikian, dalam pengamatan WALI, teror bom di Jakarta baru-baru ini tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perputaran sektor riel,  khususnya waralaba dan lisensi (baik asing maupun lokal).

Pada tahun 2008 (sumber IFBM) ada sekitar 528 perusahaan waralaba (pewaralaba) dengan 41.385 gerai. Penjualan waralaba adalah sebesar Rp. 4,4 trilyun/bulan dan menyerap tenaga kerja sebanyak 890.128. Pertumbuhan waralaba pada tahun 2009 mencapai 16%.  Dari sumber lain, diperoleh angka yang lebih tinggi, yang menyebut penjualan waralaba mencapai Rp. 80 trilyun/tahun dengan jumlah perusahaan waralaba (pewaralaba) sekitar 700an. 

Waralaba pada hakekatnya adalah bisnis kreatif yang berbasiskan HaKI, menciptakan peluang berusaha (menumbuhkan wirausaha) sekaligus membuka kesempatan kerja dan memanfaatkan produk lokal serta sebagian terbesar dijalankan oleh pengusaha kecil dan menengah.

Berdasarkan data dan karekteristik usaha waralaba seperti tersebut di atas, maka sepatutnya Pemerintah lebih lagi mendorong waralaba dengan memangkas birokrasi perijinan, bermitra secara setara dengan komunitas waralaba dan lisensi (WALI) yang profesional, mewajibkan usaha waralaba (termasuk asing) yang beroperasi di daerah-daerah dimiliki dan dioperasikan oleh pengusaha lokal (menumbuhkkan gerai waralaba atau franchised outlets – bukan parent company owned outlets) serta mendorong ekspor waralaba/lisensi lokal ke pasar global.

 

Jakarta, 22 Juli 2009

Ketua Dewan Pengarah WALI,

 

 

AMIR KARAMOY


Tidak ada komentar: