Gagasan dan rencana Gubernur DKI
Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) untuk menata kembali perkampungan (kumuh),
bukanlah suatu hal yang baru. Pada tahun
1930, pemerintah kolonial Belanda telah menjalankan program semacam ini bernama
“Kampong Verbetring” (Perbaikan
Kampung).
Pada jaman Gubernur Ali Sadikin,
program ini dihidupkan kembali dengan nama “Proyek Moh. Husni Thamrin” yang memperoleh penghargaan dunia, antara lain mendapatkan Agha Khan Award dan bantuan finansial dan
teknis dari Bank Dunia. Program ini menarik perhatian dunia, karena mempraktekan prinsip “membangun tanpa
menggusur” di wilayah kumuh perkotaan besar.
Pada awal tahun 70an, ketika saya aktif
sebagai mahasiswa yang tergabung dalam IMADA (Ikatan Mahasiswa Djakarta), atas
inisiatif teman dekat saya, Chaidir Makarim dan persetujuan Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta ketika itu – kami menyelenggarakan evaluasi program Moh.
Husni Thamrin.
Kemudian atas permintaan Ali Sadikin pula,
IMADA diminta untuk mengisi kegiatan HUT Kota Jakarta. Salah satu usulan IMADA
yang disambut antusias oleh Ali Sadikin adalah menyelenggarakan “malam muda-mudi” dan
karnaval di jalan Thamrin yang pada malam hari ditutup untuk semua kendaraan
bermotor. Istilahnya sekarang, seperti yang dikatakan Gubernur Jokowi “car free
nite”.
Di sepanjang jalan Thamrin didirikan panggung-panggung
pertunjukan musik (band), pertunjukan kebudayaan Nusantara dan sebagainya. Kegiatan utama pada malam itu adalah “dancing in the street”. Dimana anak-anak muda
(dan orang dewasa) bergembira, bernyanyi dan menari di sepanjang jalan.
* * *
Kembali tentang program perbaikan kampung,
pada awal tahun 80an Bank Dunia mengucurkan dana dalam rangka monitoring dan
evaluasi KIP (Kampung Improvement Program) di Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang
(Makasar) dan beberapa kota lainnya untuk selama 4 tahun. Kebetulan LP3ES
(Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Sosial dan Ekonomi) ditunjuk
sebagai penyelenggaranya, dimana saya menjadi
Project Manager.
Hasil monitoring dan evaluasi KIP ini
mengungkapkan bahwa:
SATU
Dampak
ekonomi dalam arti meningkatnya kesejahteraan masyarakat setempat akibat perbaikan kampung, tidak signifikan. Artinya, tidak ada korelasi positif antara
perbaikan kampung dengan turun atau meningkatnya ekonomi masyarakat setempat
DUA
Dampak
sosial yang cukup signifikan adalah tertatanya lingkungan hidup (kondisi
pisik
perkampungan) yang lebih baik
TIGA
Timbul
niat dari sebagian masyarakat untuk menjual tanah dan bangunan/rumah yang harganya meningkat, akibat perbaikan lingkungan pisik kampung
EMPAT
Perlu
dibangun tanggung jawab kolektif masyarakat terkait dengan pemeliharaan pembangunan
fisik dan lingkungan hidup (khususnya menggalakkan program penghijauan)
LIMA
Perlu
dibentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan, agar masyarakat dapat mengatur dan mengorganisasi dirinya sendiri, tanpa terlalu tergantung kepada pihak lain (termasuk pemerintah kota).
Apa yang dikerjakan gubernur Jokowi patut didukung. ”Let’s learn from the past for the brighter
future..…”
Jakarta, 23 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar